Rabu, 02 Mei 2018

Tak/la.gi/sa.ma

Tak/la.gi/sa.ma-

Tuan dan Puan, negaraku tak lagi aman. Negara yang digadang-gadang memiliki warga yang begitu ramah, nyatanya kebanyakan dari mereka berubah hanya karena cara memandang yang entah bagaimana. Si pecinta kedamaian tak lagi merasa nyaman di negaranya, seakan toleransi tak ada harganya lagi. Saat tangan menekan tombol hijau remote televisi, lagi dan lagi! Sangat lelah sekaligus prihatin ketika melihat kasus kekerasan verbal dan intimidasi sepihak dimana-mana, persekusi merajalela, berbeda pandangan saja saling menghujat, bahkan hingga melaporkan satu sama lain ke pihak yang berwajib. Contoh orang dewasa apa mereka ini? Yang lebih paham arti dari kata 'bicara baik-baik' atau yang selalu mereka bilang 'musyawarah, nyatanya tak paham sama sekali arti dari kata tersebut.

Katanya anak muda harus berpikir panjang sebelum memutuskan sesuatu, katanya anak muda tak boleh menghujat satu sama lain, katanya anak muda tak boleh menggunakan kekerasan. Lalu mengapa mereka melakukan tindakan yang berlawanan dengan nasehat mereka sendiri?

Mereka yang terlibat mengaku paling kuat imannya, paling tebal keyakinannnya, namun disenggol sedikit saja tak bisa menahan amarahnya. Mengintimidasi lawan yang sedikit, berteriak menyuarakan kebencian sedang kata mereka tak boleh menyebar kebencian. Menyuarakan jika perbedaan tak apa, namun berbeda sedikit saja tak bisa menerima. Sepuluh lawan dua, sebelas lawan satu, hanya karena berbeda mereka bukan masyarakat yang memiliki hak atas diri mereka sendiri. Memaklumi kekerasan verbal, merampas hak yang lain tak apa, asal bersama-sama. Ingin diakui yang paling benar, namun menjadi dewasa saja tak bisa. Keimanan macam apa yang sedang mereka tunjukkan?

Katanya cinta damai, katanya tak suka berselisih, namun apa yang sedang mereka pertontonkan? Jika ingin mendukung, dukung saja, PAMAN! SUPPORT tak harus menjatuhkan orang lain.

Dua kubu yang hanya menunjukkan ketidak-dewasaan, satu terus memprovokasi, yang satu tak bisa menahan emosi. Jika saja tak ada yang memprovokasi, maka semuanya akan baik-baik saja. Jika yang satu bisa menahan emosi, maka keadaan akan lebih mudah dinetralisir. Antara mereka, sedikit-sedikit menghujat. Mengakui kesalahan tak mau, yang sebenarnya adalah sang dalang permasalahan, namun terus berkamuflase jadi korban, bahkan pura-pura tidak tahu atas segala sesuatu yang telah diperbuat. Terus memaklumi perbuatannya pada orang lain, namun langsung naik pitam ketika orang lain berbuat kepadanya. Langsung panggil kawan, "ayo main keroyokan!". Merekam aksinya yang superior, ingin dipamer agar dikata 'dialah yang paling kuat', namun nyatanya hanya menjadi bukti 'dialah yang paling rendah'.

Seakan berada di tiga cabang jalanan. Berdiri di tengah menyimak keadaan, ingin ke kanan atau ke kiri. Ingin terus tapi telah mengemban status menjadi si 'dewasa'.

Tuan, Puan!

Jalan manakah yang baik untuk aku lalui?



30 April 2017,

'Yang Beranjak Dewasa'



Ditulis oleh Joy Fara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Vol. 1 (Disorder)

Aku tenggelam. Dalam lautan lepas yang tenang, yang birunya menyembunyikanku dari permukaan. Semua terasa berbeda. Dadaku begitu ses...